Menyuap atau yang lebih dikenal dengan
istilah korupsi, kini sudah menjadi permasalahan serius di negeri ini. Meskipun
sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta beberapa lembaga anti
korupsi lainnya, kasus korupsi masih tetap ada. Bahkan faktanya negeri ini
masih menduduki rangking atas sebagai Negara terkorup didunia. Hal ini pun
didukung dengan adanya berita dari survei World
Justice Project menyebutkan bahwa praktik korupsi di Indonesia sudah sangat
menyebar luas. Jika diurutkan, Indonesia berada di posisi atas baik secara
regional maupun global dari 65 negara di dunia. Data Lembaga Transparancy
Internasional menyebutkan bahwa pada tahun 2011 Indonesia memiliki indeks
persepsi korupsi 2,8, dengan skala 0 hingga 10, dari 178 negara yang disurvei,
Indonesia berada di peringkat 110. Sedangkan di Asia, Indonesia menempati
peringkat ke-empat negera terkorup. Indonesia pun dipersepsikan sangat korup.
Indeks itu tidak berubah dari indeks tahun 2009 dan 2010.
Di
provinsi Jawa Timur tingkat kasus korupsi menduduki peringkat wahid pada tahun
2011. Hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama tahun 2011
menunjukan bahwa kasus-kasus korupsi banyak bermunculan di seluruh provinsi.
Namun ada 10 provinsi yang paling dominan jumlah kasus korupsinya. Tiga
provinsi yang paling tinggi tingkat korupsinya yaitu Jawa Timur, diikuti
provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Korupsi di Jawa Timur mencapai 33 kasus.
Tak dapat dipungkiri hidup di dalam era globalisasi, menantang
diri kita untuk segera mendapatkan apa yang kita inginkan dengan secepatnya.
Tak jarang berbagai cara kita gunakan, mulai dari cara yang instan, biasa,
hingga cara yang rumit sekalipun, termasuk korupsi. Untuk memperoleh apa yang
diinginkan beberapa orang rela memilih cara itu. Meski hanya sekedar mergambil
tambahan gaji pokok, mendapat uang pelumas, maupun untuk memperoleh hadiah
dalam praktek balas budi. Hal ini dilandasi oleh alasan bahwa praktik tindak
korupsi lebih mudah, karena tidak perlu berusaha keras mengeluarkan tenaga dan
pemikiran layaknya yang orang lain lakukan. Lebih cepat karena tidak
membutuhkan waktu lama dan proses yang bertele-tele. Dan nilai kepuasan yang
didapat pun lebih banyak. Hal ini membuat keinginan seseorang lebih mudah dan
cepat dicapai. Namun pernahkah terpikirkan apakah cara yang dipilih sudah
benar? Sudahkah praktik tersebut sesuai dengan aturan hokum di Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945? Sesuaikah dengan norma agama yang
menunjukkan Indonesia sebagai Negara berketuhanan? Apakah pranata sosial di
masyarakat juga membenarkan hal ini? Sehingga patutlah dipertanyakan sudah
benarkah tindak korupsi menjadi cara yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan
eksistensi kita di dunia ini?
Korupsi sebagai tindak pidana nyata, dapat menggelapkan mata
manusia. Bagaimana tidak? Melakukan korupsi sama halnya dengan melakukan
penipuan yang merugikan banyak pihak. Tidak hanya pelaku orang lain juga tekena
imbasnya. Korupsi dengan mengambil uang milik negara yang seharusnya untuk
kebutuhan umum dan memfasilitasi rakyat, memberi imbas tak menyenangkan bagi
rakyat. Karena menghalanginya menikmati fasilitas selayaknya. Pihak pelaku pun
tentunya akan mendapat hukuman dari segi hukum, agama dan sosial. Sehingga tak
salah, bila tak ada satu norma pun yang membolehkan penganutnya melakukan
tindak korupsi yang secara tidak langsung membunuh orang lain.
Tapi, manusia memang tak pernah puas dengan apa yang
diperolehnya. Meski sudah ada larangan, korupsi tetap saja menjadi pilihan
utama untuk memenuhi kebutuhan eksistensinya. Denda akibat korupsi
tidak lagi menjadi halangan. Cibiran masyarakat terhadap pelaku, hanya dianggap
hal kecil yang menjadi angin lalu. Dosa pun tidak menjadi sesuatu yang
ditakutkan. Memang, topeng tebal sudah dikenakan para koruptor. Namun, haruskah
kita menjadi korban pelaku atau hanya saksi apatis yang membiarkan semua
terjadi begitu saja?
Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk
koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi
koruptor atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan
masyarakat demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal
pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus
korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan karekter bangsa di
Indonesia.
Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna
mencegah tindak pidana korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi
lainnya menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti korupsi juga penting
guna mencegah adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan moral.
Pelajaran akhlak penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya
pendidikan anti korupsi memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi. Maka
dari itu, sebagai wanita, pemelihara bangsa dan penelur generasi penerus
bangsa, sudah pasti harus mampu memberikan sumbangsih dalam hal pemberantasan
korupsi. Satu hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi
uang. Namun sisi korupsi dapat merambah dalam segala hal bidang kehidupan.
Misalnya tenaga, jasa, materi, dan sebagainya. Seperti yang dilansir dari
program KPK yang akan datang bahwa Pendidikan dan
pembudayaan antikorupsi akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi mulai tahun 2012. Pemerintah akan memulai proyek percontohan
pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi. Jika hal tersebut dapat
terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa optimis di masa depan
kasus korupsi bisa diminimalisir. Namun, haruskah kita menunggu realisasi
program pemerintah bila kita bisa melakukannya sekarang? Haruskah kita menunggu
bila calon-calon tindakan korupsi terjadi di depan mata? Haruskah kita menunggu
bila calon koruptor kecil ada di rumah kita? Tindakan preventif tidak bisa
menunggu bila tidak ingin kerusakan menjalar ke segala sisi kehidupan.
Pendidikan anti
korupsi harus dilakukan segera dan dapat dimulai dari lingkungan rumah, sekolah
dan masyarakat. Keluarga yang merupakan lembaga pendidikan yang utama dan pertama
dapat menerapkan tindak preventif korupsi dengan ajaran akhlak baik dari kecil,
pengenalan agama yang berkelanjutan, serta cara-cara parental learning lainnya yang mendidik untuk berusaha keras
sebelum mencapai apa yang diinginkan. Di sekolah pun, sebagai lembaga formal
yang memainkan peranan penting dapat menerapkan pendidikan karakter bangsa dari
dua bidang studi yaitu kewarganegaraan dan agama. Selain itu dapat pula
diterapkan dalam hal aturan sekolah misalnya, larangan mencontek, kantin
kejujuran, dan pemanfaatan sarana prasarana sekolah yang maksimal misal CCTV.
Di masyarakat yang juga mempunyai andil dalam pendidikan informal tentu bisa
menerapkan pembelajaran anti korupsi. Hal ini dengan adanya adat kebiasaan yang
hidup, sistem hukuman dari masyarakat yang menyebabkan rasa malu dan dikucilkan
bagi seseorang yang melanggar aturan.
(Sekian kutipan artikel saya, semoga bermanfaat bagi teman-teman. Stop corruption right now, coz we are agent of change)
0 komentar:
Posting Komentar